Pasca dikeluarkannya kebijakan larangan mengimpor monitor bekas dan limbah elektronik oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), ratusan pedagang komputer bekas di Pusat Komputer Harco Mangga Dua, Jakarta, terancam gulung tikar.
Kebijakan yang tertuang di dalam Surat Kementerian Lingkungan Hidup No. B.1258/ DepIV/LH/06/2010 tanggal 8 Juni 2010 tentang Pelarangan Impor Monitor Bekas dan Limbah Elektronik dan Surat Kementerian Lingkungan Hidup dengan Nomor B9921/DepIV/LH/12/ 2010 tanggal 31 Desember tentang Impor Monitor Bekas tersebut menganggap komputer bekas sama dengan limbah (e-Waste), sehingga dilarang peredarannya di dalam negeri.
Sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan yang tertuang dalam surat Deputi IV KLH, para pedagang yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Komputer Layak Pakai Nasional (APKOMLAPAN) pun menggelar aksi protes dengan menutup toko di Pusat Komputer Harco Mangga Dua dan demo di KLH pada hari ini, Kamis (3/3).
Aksi demo di KLH dilakukan pada pukul 10.00 terdiri dari pengusaha dan karyawan APKOMLAPAN serta dari Asosiasi Industri Rekondisi Komputer dan Elektronik Indonesia (AIRKEINDO) dengan jumlah massa sekitar 400 orang, bentuk aksi damai berupa orasi untuk membangun opini publik serta untuk melakukan dialog dengan KLH.
Margo Tio, Ketua Umum APKOMLAPAN pada kesempatan tersebut mengatakan, keputusan yang dikeluarkan KLH merupakan kebijakan yang salah karena telah mematikan usaha para pedagang komputer bekas dan merumahkan ratusan karyawan. “Kondisi ini membuat pedagang komputer bekas semakin terjepit, bahkan akan segera mematikan keberadaan para pedagang komputer bekas,” ujar Margo.
Margo juga mengungkapkan saat ini ada 700 pedagang yang tergabung dalam APKOMLAPAN. “Dari pedagang tersebut satu pedagang memiliki lebih dari 2 toko bahkan 5 toko. Mereka mempekerjakan 5 hingga 7 orang. Bila ditotal, maka akan mencapai 7500 bakal menganggur,” katanya.
Menurut Margo, rendahnya daya beli masyarakat akan komputer sudah dirasakan sejak transisi pemerintahan dari Presiden Soeharto ke Presiden BJ Habibie tahun 1998. Merosotnya nilai Rupiah terhadap Dollar AS menyebabkan harga komputer melambung tinggi.
“Kami para pedagang komputer bekas menyiasati langkanya kepemilikan komputer di masyarakat dengan menjual komputer-komputer bekas layak pakai. Upaya ini terus berjalan karena memang ada pasarnya dan dibutuhkan oleh sebagian masyarakat kita,” ungkapnya.
Ditambahkan Margo, pada tahun 2004 SK Memperindag No. 601 melarang keberadaan komputer bekas yang kemudian direvisi menjadi pembatasan akan komputer bekas beberapa tahun kemudian. “Setelah Kementerian Perdagangan memberi lampu hijau, Kementerian Lingkungan Hidup menyerang kami bahwa komputer bekas adalah limbah dengan 2 SK Pelarangan di tahun 2010. Akibatnya pasokan komputer kepada kami semakin menipis dan habis,” ujarnya.
Untuk itu, lanjut Margo, APKOMLAPAN menganggap pemerintah tidak membuat survei yang layak untuk membuat suatu kebijakan yang tepat bagi kelangsungan hidup Usaha Mikro Kecil dan Menengah di bidang teknologi informasi (TI).
APKOMLAPAN sendiri berencana melanjutkan aksi tutup toko secara nasional . “Kami akan terus melakukan aksi demontransi sampai surat edaran KLH dicabut,” tegasnya.
Mengomentari hal ini, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi berkomentar, “Seharusnya KLH lebih concern terhadap masalah yang lebih besar, seperti kebakaran hutan di Riau dan sebagian wilayah Sumatera yang menyebabkan kabut asap tebal. Apalagi kabut asap yang dihasilkan bangsa ini sering menganggu lalu lintas penerbangan serta merambah ke Singapura dan Malaysia, sehingga kita dihujat oleh mereka. Kalau kita lihat data, berapa sih komputer bekas yang masuk ke Indonesia? Apakah jumlahnya mencapai jutaan?” Jadi saya berharap KLH jangan mengurusi hal-hal kecil seperti pelarangan impor komputer bekas.