Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 9 (sembilan) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Selasa 30 September 2025.
Salah satu perkara yang disetujui penyelesaiannya melalui mekanisme keadilan restoratif adalah terhadap Tersangka M Rizki bin Ahmad Gazali dan Tersangka Muhammad Alfiyan bin Khairullah (Alm) dari Kejaksaan Negeri Tanah Bumbu, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (2) KUHP Subsidair Pasal 363 Ayat (1) Angka 4 KUHP tentang Pencurian.
Peristiwa ini terjadi pada Sabtu 28 Juni 2025 sekira pukul 22.00 WITA, Tersangka I M. RIZKI bersama Tersangka II Muhammad Alfiyan sedang berkeluh kesah mengenai persoalan pekerjaan dan kebutuhan uang untuk keluarga masing-masing.
Saat Tersangka I M. RIZKI pergi untuk membeli minum, tersangka I melihat sebuah unit sepeda motor HONDA SUPRA DA 2449 FU milik Saksi Muhammad Yani yang terparkir di depan Toko Souvenir Kalimantan Selatan yang beralamat di Jl. Raya Batulicin, Desa Sejahtera, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Tanah Bumbu Kemudian tersangka I menghampiri tersangka II untuk mengajak mengambil motor tersebut, dengan cara tersangka I kembali ke lokasi dan melihat kondisi motor yang tidak terkunci stang lalu mendorong motor tersebut ke lokasi tersangka II, setelah itu tersangka II membantu tersangka I mendorong motor hingga kerumah tersangka I yang berjarak 4,5 Km dari lokasi awal.
Selanjutnya, tersangka II mengajak tersangka I menjual sepeda motor tersebut ke Saksi Basuni yang akhirnya disepakati untuk digadaikan dengan harga Rp. 800.000 (delapan ratus ribu rupiah).
Setelah itu Rp100.000 (seratus ribu rupiah) digunanakan para tersangka untuk membayar jasa angkut motor, lalu sisanya dibagi rata oleh para tersangka masing-masing sebesar Rp. 350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu rupiah) yang selanjutnya digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari keluarga, Bahwa akibat perbuatan tersebut Saksi Korban Muhammad Yani mengalami kerugian Rp5.000.000 (lima juta rupiah).
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Tanah Bumbu Dr. Dinar Kripsiaji, S.H., M.H., Kasi Pidum Ryan Augusti M, S.H. serta Jaksa Fasilitator Dhea Hafifa N, S.H., M.H. dan Elinda Nur H, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Proses perdamaian telah dilakukan antara Tersangka dan korban pada 16 September 2025.
Tersangka belum pernah dihukum, baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan menyatakan tidak akan mengulanginya.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Tanah Bumbu mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan Rina Virawati, S.H., M.H.
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Selasa 30 September 2025.
Selain perkara tersebut, JAM-Pidum juga menyetujui penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif terhadap 8 (delapan) perkara lainnya, yaitu:
1. Tersangka Dedrianus Waso Nio alias Dedi dari Kejaksaan Negeri Merauke, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (2) KUHP Subsidair Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka Sefnat Tuonaung alias Epala dari Kejaksaan Negeri Halmahera Barat, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Basuni bin Subari (Alm) dari Kejaksaan Negeri Tanah Bumbu, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
4. Tersangka Deki Zulkarnain bin Sukransyah (Alm) dari Kejaksaan Negeri Kotawaringin Timur, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka Yulianus Swares bin Yohanes Lau dari Kejaksaan Negeri Lamandau, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka Muhammad Alkindi Gusra bin Agus Salim dari Kejaksaan Negeri Langsa, yang disangka melanggar Pasal 367 Ayat (2) KUHP tentang Pencurian dalam Keluarga jo. Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
7. Tersangka Hendra Kurniawan bin Holi Jono dari Kejaksaan Negeri Muara Enim, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
8. Tersangka Chimmi Doni Sibarani alias Jimmi anak dari Jonson Sibarani dari Kejaksaan Negeri Kotawaringin Barat, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
? Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Para Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf
? Para Tersangka belum pernah dihukum
? Para Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana
? Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun
? Para Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya
? Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi
? Para Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar
? Pertimbangan sosiologis
? Masyarakat merespon positif.
Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. (Juenda)